Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), resmi mengumumkan penahanan terhadap mantan Panglima GAM Izil Azhar pada Rabu (25/1). Penahanan ini terkait kasus dugaan gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Aceh yang menjerat Izil sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, Izil ditahan selama 20 hari ke depan, untuk keperluan penyidikan. Sebelum ditahan, KPK melakukan upaya penangkapan terhadap Izil di Aceh pada Selasa (24/1) dan dibawa ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
"Tim penyidik menahan tersangka IA (Izil) untuk 20 hari pertama terhitung mulai 25 Januari 2023 sampai dengan 13 Februari 2023 di Rutan KPK pada Kavling C1 Gedung ACLC," kata Johanis dalam keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/1).
Izil telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK sejak 30 November 2018. Berdasarkan koordinasi KPK dengan Polda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), kemarin (24/1), tim Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NAD berhasil melakukan upaya penangkapan terhadap Izil di Banda Aceh.
Usai ditangkap, Izil kemudian dibawa dan diamankan ke Mako Polda NAD untuk pemeriksaan intensif.
"Upaya paksa ini dilakukan, karena yang bersangkutan ketika dipanggil sebagai saksi di tahap penyidikan dan di persidangan maupun sebagai tersangka tidak kooperatif dan tidak pula disertai alasan hukum yang sah," tutur Johanis.
Selain Izil, pada perkara ini KPK sebelumnya juga telah menetapkan Gubernur Aceh periode 2007-2012 dan 2017-2022, Irwandi Yusuf sebagai tersangka. Saat ini, perkara yang menjerat Irwandi telah berkekuatan hukum tetap.
Johanis menuturkan, perkara ini bermula pada 2007-2012 di mana saat itu Irwandi masih menjabat sebagai Gubernur Aceh. Pada periode tersebut, Provinsi Aceh sedang melaksanakan proyek pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang Aceh. Sumber dana pembiayaan proyek tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Irwandi diduga menerima uang sebagai gratifikasi dengan istilah "jaminan pengamanan" dalam pelaksanaan proyek tersebut. Uang tersebut diduga berasal dari pihak board of management PT Nindya Sejati Joint Operation, yakni Heru Sulaksono dan Zainuddin Hamid.
Dalam hal ini, Irwandi mengajak Izil selaku orang kepercayaannya untuk menjadi perantara penerima uang dari Heru dan Zainuddin. Izil sendiri diketahui pernah menjadi bagian dari tim sukses Pilkada Gubernur Aceh tahun 2007.
"Penyerahan uang melalui tersangka IA (Izil) dilakukan secara bertahap dari 2008 sampai dengan 2011," ujar Johanis.
Adapun penyerahan uang dugaan gratifikasi kepada Irwandi melalui Izil ini dilakukan dengan nominal yang bervariasi, mulai dari Rp10 juta sampai dengan Rp3 miliar. Total penerimaan uang dugaan gratifikasi mencapai Rp32,4 miliar.
Sementara, sumber uang yang diserahkan Heru dan Zainuddin diduga dari dana biaya konstruksi dan operasional proyek pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang Aceh.
"Uang gratifikasi yang berjumlah Rp32,4 miliar selanjutnya dipergunakan untuk dana operasional Irwandi Yusuf dan juga turut dinikmati tersangka IA," tutur Johanis.
Atas perbuatannya, Izil disangkakan melanggar pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.